Kereta Api Reguler Kembali Beroperasi Setelah Sempat Terhenti Akibat Covid-19

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kembali mengoperasikan kereta api jarak jauh reguler yang sempat terhenti akibat pandemi Covid-19 mulai 12 Juni 2020 hingga 30 Juni 2020.


Hal ini dilakukan sebagai fase kedua dalam pemulihan operasional kereta api. Fase pertama, yaitu pengoperasian Kereta Luar Biasa (KLB) telah dilakukan sejak 12 Mei 2020 hingga 11 Juni 2020 kemarin.


Kereta api reguler ini dijalankan dengan pembatasan bersyarat dan daya angkut sebanyak 70 persen dari kapasitas, serta memperhatikan ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di setiap daerah.


Seperti yang diungkapkan oleh Zulfikri selaku Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan yang dilansir dari Pasardana.id.


“Ini kita lakukan bergulir, kita lakukan evaluasi bagaimana perkembangan kondisi layanan perkeretaapian,” ujar Zulfikri.


Syarat keberangkatan menggunakan kereta api reguler ini sesuai dengan Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 7, yaitu harus mengantongi hasil rapid test yang berlaku selama tiga hari atau hasil Polymerase Chain Reaction (PCR) yang berlaku selama tujuh hari.


Sejak dibukanya akses kereta api reguler, volume penumpang kereta api terus meningkat. Seperti dikutip dari situs web resmi PT KAI misalnya, kai.id, pada 22 Juni 2020 jumlah penumpang yang diberangkatkan tercatat sebanyak 29.560 penumpang, naik sebanyak 49 persen jika dibandingkan dengan tanggal 12 Juni 2020 yang terdapat sebanyak 19.884 penumpang.


Dalam pengoperasian fase kedua pemulihan kereta api ini, PT Kereta Api Indonesia (KAI) melakukan penyesuaian tarif dengan menaikkan harga tiket sebanyak 30-40 persen untuk kereta api jarak jauh komersial dan berlaku untuk semua rute tujuan.


Hal ini mendapatkan beberapa kecaman dari masyarakat di media sosial yang mengatakan bahwa sungguh keterlaluan menaikkan harga tiket sedangkan para pekerja saja banyak yang di-PHK. Belum lagi harus mengikuti rapid test atau PCR yang biayanya tidak murah.


Akibat hal tersebut, PT KAI akhirnya buka suara dengan mengatakan bahwa memang benar tarif dinaikkan 30-40 persen sehubungan dengan kapasitas angkut yang tidak mencapai 100 persen.


“Menyesuaikan dengan adanya pembatasan sosial kapasitas angkut yang maksimal hanya diperbolehkan 70% pada kereta api jarak jauh,” ungkap VP Public Relations KAI Joni Martinus yang dilansir dari detik.com.


“Kami berharap keuangan dari perusahaan dapat terjaga walaupun kapasitas angkut tidak bisa 100 persen,” ujar Joni pada kompas.com.


Selain itu, menurut Pengamat Perkotaan dan Transportasi Yayat Supriatna yang dilansir dari detik.com, kebijakan penyesuaian tarif seperti yang dilakukan PT KAI ini sangat wajar dilakukan oleh para perusahaan transportasi dan menjadi satu-satunya pilihan bagi perusahaan transportasi untuk bertahan di tengah pandemi ini.


“Biaya operasional yang dikeluarkan itu semakin bertambah, bertambahnya di mana? Karena harus memasukkan protokol kesehatan, ada biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk pengaturan penumpang, penyediaan handsanitizer, pemeliharaan gerbong yang harus rutin disemprot dengan disinfektan, jadi biaya-biaya itu akan menambah biaya operasional yang selama ini belum pernah dimasukkan ke komponen biaya operasional,” jelas Yayat pada detik.com.


Kebijakan jumlah penumpang yang hanya mencapai 70 persen juga masih termasuk rugi bagi PT KAI. Kerugian KAI akibat pandemi Covid-19 ini bahkan mencapai puluhan miliar rupiah. (Mellinda)


Sumber:

https://pasardana.id/news/2020/4/30/imbas-covid-19-kai-rugi-puluhan-miliar/

https://pasardana.id/news/2020/6/10/kemenhub-buka-kembali-perjalanan-kereta-api-jarak-jauh-mulai-12-juni/

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5055931/alasan-kai-naikkan-tarif-kereta-api-jarak-jauh

https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/17/085200365/tarif-tiket-kereta-jarak-jauh-naik-hingga-40-persen-ini-penjelasan-kai?page=all

https://kai.id/information/full_news/3622-volume-penumpang-ka-reguler-terus-meningkat

Komentar

Postingan Populer