Menuju New Normal, Tarif Tiket Bus AKAP Melonjak
Menyambut era New Normal, sebagian aktivitas masyarakat kini sudah terlihat mulai aktif kembali. Begitu pula dengan armada bus AKAP yang satu persatu kembali beroperasi sejak ditutup pada tanggal 23 April 2020 lalu, seiring dengan pengumuman larangan mudik oleh Presiden Joko Widodo.
Pengoperasian kembali
ini tidak serta-merta dilakukan seperti biasa. Selain harus menerapkan protokol
kesehatan baik kepada para penumpang maupun awak bus sebagaimana anjuran
pemerintah, seperti menggunakan masker, melakukan social distancing/jaga
jarak baik ketika mengantre beli tiket, saat naik, turun atau saat di ruang
tunggu dan ketentuan lainnya sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Aturan juga mewajibkan adanya
pembatasan kapasitas angkut penumpang sebanyak 50 persen dari kuota biasanya
demi pencegahan penularan Covid-19. Batasan ini dilakukan sebagai bentuk social
distancing di dalam kendaraan.
Kurnia Lesani Adnan
selaku Ketua IPOMI (Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia) mengungkapkan bahwa
kebijakan pembatasan kapasitas maksimal tidak boleh mengangkut hingga 100%
serta penerapan protokol kesehatan membuat bus tidak dapat memberikan tarif seperti
biasanya. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab atas kenaikan tarif tiket
bus AKAP.
“Jadi dengan mengharuskan
penumpang 50 persen itu, kita rugi tidak bisa menutup biaya operasional. Apalagi
saat ini kondisi penumpang sejak pandemi sangat sepi.” ujar Direktur PT Sinar
Aladdin Putra Ciamis Adhi Vieri SH yang dikutip dari Radar.
Namun kenaikan tarif ini
tidak ditentukan batasannya. Sehingga banyak pengusaha bus yang menaikkan tarif
tiketnya hingga lebih dari 50 persen, karena tidak adanya peraturan yang
berlaku.
Kemudian aturan dari Pemprov DKI
Jakarta yang mewajibkan masyarakat harus memiliki Surat Izin Keluar Masuk (SIKM)
jika ingin keluar/memasuki kawasan Jakarta. Peraturan baru ini menjadi salah
satu penyebab tidak banyak masyarakat yang melakukan perjalanan, sebagaimana
yang disebutkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi.
“Saya kira salah satu sebabnya
adalah memang untuk keluar atau masuk DKI Jakarta harus memiliki SIKM
sebagaimana Pergub Nomor 47 Tahun 2020.” Ujar Budi yang dikutip dari detik.com.
Ditambah dengan adanya rapid test
yang hanya tersedia di rumah sakit tertentu dan berkisar dari Rp.350.00 hingga
Rp.900.000 untuk sekali tes melebihi harga tiket dari bus itu sendiri. Hal
tersebut membuat penumpang ragu untuk menaiki bus.
Seperti yang diketahui, untuk
menyambut New Normal atau Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) pemerintah kini mulai
menyusun regulasi baru.
Sebelumnya telah
diterbitkan pada 8 Juni 2020 lalu Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub)
No.41/2020 Tentang Perubahan atas Permenhub No.18/2020 Tentang Pengendalian
Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Kemudian khusus
mengenai petunjuk teknis penyelenggaraan transportasi darat, maka diterbitkan
juga Surat Edaran No.11/2020 Tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Transportasi Darat Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Untuk
Mencegah Penyebaran Covid-19.(Haninda)
Sumber :
https://ekonomi.bisnis.com/read/20200615/98/1252888/ongkos-rapid-test-lebih-mahal-ketimbang-harga-tiket-pengusaha-bus-teriak
https://economy.okezone.com/read/2020/06/15/320/2230489/penumpang-dibatasi-tarif-bus-naik
https://oto.detik.com/berita/d-5058062/karena-kewajiban-sikm-bus-akap-masih-sepi-penumpang
https://www.radartasikmalaya.com/penumpang-dibatasi-50-pengusaha-bus-di-ciamis-naikan-tarif/
Komentar
Posting Komentar