Diskriminasi terhadap pasien dan orang berisiko Covid-19




Semakin menyebarnya Covid-19 telah menimbulkan berbagai persoalan dalam hidup masyarakat dalam berbagai aspek. Perubahan tersebut juga telah merubah perilaku dan bagaimana masyarakat memandang sesama manusia.


Hingga 7 juli 2020 kasus di indonesia telah mencapai lebih dari 66.226 kasus dengan angka kematian mencapai 3309 lebih pasien dan angka kesembuhan 30.785 lebih.


Peningkatan jumlah pasien yang cukup besar dari ke hari tentu saja menimbulkan kecemasan seluruh masyarakat. Kecemasan yang timbul tersebut menyebabkan munculnya stigma negatif di kalangan masyarakat terhadap pasien maupun orang-orang yang memiliki risiko tertular Covid-19.


Stigma yang muncul ini tentu akan menimbulkan sikap atau perilaku diskriminatif terhadap para pasien dalam pengawasan maupun orang dalam pengawasan termasuk mereka yang berisiko tertular seperti tenaga medis.


Sudah banyak perlakuan diskriminatif yang diterima oleh orang-orang berisiko Covid-19 maupun para pasien yang dinyatakan positif dan bahkan pasien yang telah sembuh sekalipun.


Beberapa waktu lalu tiga perawat tidak diterima di tempat tinggalnya karena bekerja di rumah sakit yang menjadi rujukan pasien Covid-19. Tiga perawat RSUD Bung Karno surakarta mengalami perlakuan buruk dari masyarakat dengan diusir dari rumah kosnya. RSUD ini memang menjadi rujukan pasien Covid-19. Namun rumah sakit juga sudah menerapkan praktik pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) dengan baik dan semua petugas medis dan non medis yang bersinggungan dengan PDP harus mengenakan alat pelindung.


"Kita keluar masuk ruang isolasi juga harus mandi. Jadi sebetulnya itu ketakutan yang tidak masuk akal," katanya. Dikutip dari cnnindonesia.com.


Seorang pasien sembuh asal gorontalo bernama Moh. Rifaldi Madina menerima perlakuan tidak baik dari warga di kecamatannya, kecamatan kota timur. Seringkali ketika berpapasan dengan warga, mereka akan langsung menutup area hidung dan bahkan menghindari rifaldi dan keluarga. Padahal berdasarkan hasil tes swab yang dilakukan, rifaldi sudah dinyatakan negatif dan bersih dari virus. Tidak hanya rifaldi, namun keluarga yang tidak bersinggungan dengannya juga mengalami perlakuan yang sama seperti dirinya.


“Padahal selama isolasi dan perawatan tidak pernah ketemu sampai sekarang. Jadi saya punya keluarga kena. Bahkan teman yang datang menjenguk saya dirumah juga terkena dampak,” katanya. Dikutip dari sulsel.idntimes.com.


Menurut World Health Organization (WHO) sendiri, hal seperti ini dapat menimbulkan dampak negatif pada pasien.

Persoalan lain akan muncul mengikuti dan menghambat proses penyembuhan pasien. Pasien atau para pekerja berisiko Covid-19 dapat kehilangan tempat tinggal dan mendapatkan isolasi sosial yang bisa menimbulkan dampak negatif lainnya.


Achmad Yurianto selaku Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona juga mengingatkan agar masyarakat tidak melakukan diskriminasi orang yang telah dinyatakan sembuh dari virus corona ( Covid-19). Beliau juga berharap masyarakat dapat selalu kompak dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan masyarakat indonesia.


"Jangan pernah melakukan diskriminasi terhadap pasien Covid-19 yang sudah sembuh. Tidak boleh kita menolak jenazah Covid-19," kata Yuri dalam konferensi persnya di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (15/4/2020). Dikutip dari kompas.com.




Daftar isi :

https://nasional.kompas.com/read/2020/04/16/17523271/pemerintah-jangan-diskriminasi-pasien-sembuh-dari-covid-19?page=all.


https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/13/164454765/salah-kaprah-stigmatisasi-dan-diskriminasi-terhadap-pasien-covid-19?page=all.


https://www.merdeka.com/peristiwa/pemerintah-jangan-diskriminatif-terhadap-pasien-covid-19-yang-sudah-sembuh.html


https://sulsel.idntimes.com/news/indonesia/elyas/cerita-eks-pasien-covid-19-menghadapi-diskriminasi-meski-sudah-sembuh/3


https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200427164601-20-497756/3-perawat-diusir-dari-kos-rs-di-solo-jemput-pakai-ambulans





Komentar

Postingan Populer