Pandemi Covid-19, PPDB Sistem Zonasi Masih Menuai Pro-Kontra
Masih terhalang pandemi Covid-19, namun tampaknya siswa-siswi tahun ajaran baru 2020/2019 kini mulai kembali bersekolah setelah ditetapkannya keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makariem yang memutuskan untuk membuka kembali proses belajar-mengajar secara tatap muka khusus untuk wilayah yang berstatuskan zona hijau atau zona aman penyebaran Covid-19.
Dilansir
dari TribunPalu.com, Doni Monardo, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam
konferensi pers secara daring mengungkapkan terdapat 15 kriteria yang
menentukan warna dalam zonasi terkait pembukaan sekolah. 15 kriteria tersebut
harus memenuhi persyaratan dari WHO dan juga disetujui oleh semua pihak,
termasuk Kementerian Kesehatan.
“Yaitu
harus memenuhi dasar-dasar epidemologi, kemudian juga memenuhi data surveilans
kesehatan masyarakat dan juga tentunya sistem pelayanan kesehatan,” ujar Doni
dikutip dari TribunPalu.com.
Selain
warna zona penentuan pembukaan sekolah, di tahun ajaran ini Kemendikbud masih
menerapkan sistem zonasi untuk penerimaan calon peserta didik. Sistem zonasi
sendiri sudah diterapkan sejak tahun ajaran 2017/2018 lalu dengan tujuan
sebagai pemerataan akses layanan pendidikan. Kebijakan sistem zonasi ini diatur
dalam Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru
pada TK, SMP, SMA, dan SMK pasal 3 ayat
1.
Sejak
diberlakukannya, kebijakan ini masih menuai pro kontra, pasalnya aturan dalam
sistem zonasi sendiri adalah penerimaan calon peserta didik berdasarkan prioritas
jarak dan radius tempat tinggal siswa dengan sekolah. Dalam jurnal yang berjudul “Analisis
Kebijakan Sistem Zonasi Terhadap Perilaku Siswa SMP di Yogyakarta (2019:13-21),
mengatakan bahwa karena adanya keutamaan “prioritas jarak” dalam PPDB
zonasi menjadikan orang tua berlomba-lomba untuk tinggal di dekat sekolah. Dengan
harapan agar anaknya dapat terjaring dalam sistem zonasi sesuai dengan sekolah
yang diminati.
Selain
itu, sistem zonasi juga mengutamakan jarak calon siswa dibandingkan nilai ujian
nasional. Hal ini berakibat pada turunnya motivasi belajar siswa dalam meraih
prestasi.
Ditambah
lagi dengan ketersediaan sekolah yang belum merata di seluruh wilayah
Indonesia, yang kemudian mengakibatkan adanya beberapa sekolah yang mengalami
kekurangan calon peserta didiknya karena berada di daerah sepi penduduk dan
sekolah lain yang mengalami kelebihan kuota peserta didik karena berada di zona
padat penduduk.
Hal
tersebut serupa dengan yang dipaparkan oleh Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Ponjong Gunugkidul, Suwardi yang mengatakan bahwa sistem zonasi PPDB online mengakibatkan
sekolah mengalami kesulitan dalam menerima peserta didik baru.
“Tahun
lalu kita kekurangan 28 siswa, tahun ini kurang 76 siswa,” kata Suwardi dikutip
dari iNewsYogya.com
Kondisi
berbeda dialami oleh SMP Negeri 2 Kota Siantar, dimana sekolah terpaksa harus
menolak 64 calon siswa dikarenakan jumlah peminat yang membludak. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Jawelman Purba, yang
mengatakan tidak lagi menerima siswa meski terdapat pendaftaran ulang PPDB.
“Sudah
full, malah lebih jadi kami tidak menerima siswa baru lagi,” kata
Jawelman dikutip dari Hetanews.com.
Hal
tersebut menyebabkan banyak siswa yang terpaksa harus memilih swasta bahkan menunda
untuk mengikuti PPDB tahun depan.
Di lain
sisi, Kemendikbud berpegang pada prinsip pemerataan kualitas pendidikan,
sehingga diharapkan agar seluruh anak-anak Indonesia dapat merasakan sekolah
tanpa adanya perbedaan tingkatan kualitas antara unggul dan tidak unggul.
Sistem
zonasi diharapkan dapat memberikan keadilan pada seluruh anak-anak Indonesia dalam
bidang pendidikan.
Sistem
zonasi juga secara tidak langsung mendekatkan anak dengan lingkungan
keluarganya. Sehingga anak-anak masih berada dalam jangkauan orangtua dan dapat
memberikan pengaruh yang baik pada perkembangan anak. Hal tersebut dijelaskan
oleh Dinar Wahyuni dalam tulisannya yang berjudul “Pro Kontra Sistem Zonasi
Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Ajaran 2018/2019 (2018:13-18)”.
Untuk
itu, berbagai macam pro dan kontra terhadap kebijakan sistem zonasi ini diharapkan
pemerintah dapat mengevaluasi kembali kebijakan sistem ini agar dapat terlaksanakan
lebih baik dan adil pada semua sisi. Salah satunya juga dengan meratakan sarana
dan prasarana pendidikan. Dimana fasilitas infrastruktur sekolah dapat mempengaruhi
proses dan prestasi siswa. Sehingga turut meningkatkan mutu pendidikan.
Lebih
lanjut dijelaskan oleh Gunarti Ika dan Rukiyati dari Universitas Negeri
Yogyakarta, dalam tulisannya yang berjudul “Kebijakan Sistem Zonasi dalam
Perspektif Pendidikan (2019:28-34)”, bahwa zonasi dipandang bisa
lebih efektif apabila disertai dengan pemerataan prasarana yang dapat mendukung
pemerataan kualitas pendidikan. (Haninda)
Sumber
:
Nurlailiyah,
Aris. 2019. Analisis Kebijakan Sistem Zonasi Terhadap Perilaku Siswa SMP di
Yogyakarta. Realita Vol. 17 No. 1 Januari 2019, hal. 13-21. https://www.jurnal.iainkediri.ac.id/index.php/realita/article/download/1381/735.
Diakses pada 17 Juli 2020.
Pradewi,
Gunarti Ika dan Rukiyati. 2019. Kebijakan Sistem Zonasi dalam Perspektif
Pendidikan. Jurnal Manajemen dan Supervisi Pendidikan, Volume 4, No. 1
November 2019:28-34. http://journal2.um.ac.id/index.php/jmsp/article/view/8771. Diakses pada 17 Juli 2020.
Wahyuni,
Dinar. 2018. Pro Kontra Sistem Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun
Ajaran 2018/2019. Info Singkat, Vol. X, No. 14,/II/Puslit/Juli/2018. http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-X-14-II-P3DI-Juli-2018-218.pdf.
Diakses pada 16 Juli 2020.
https://www.hetanews.com/article/195031/smp-negeri-2-siantar-kelebihan-calon-siswa
https://yogya.inews.id/berita/dampak-sistem-zonasi-sekolah-di-pinggiran-kekurangan-siswa-baru.
Komentar
Posting Komentar